welcome to Orange World

Jika Kau takut gagal hari ini, maka mulailah menyesal dari kemarin tapi jika Kau takut gagal esok hari, maka mulailah dari SEKARANG....!!!

Senin, 20 Desember 2010

Sahabat : dulu dan kini

Janji indah jangan pernah kau ingkari untuk terus menjadi sahabatku
Tahukah kau sobat???
Bahwa segala luka yang menyobek hatimu
Dapat juga ku rasakan dan menusuk jiwaku
Bahwa darah yang menetes dari luka itu
Seiring air mata yang mengalir di pipiku
Sadarkah kau sobat???
Bahwa kepedihan yang selalu tampak di wajahmu
Adalah mimpi terburuk yang membebaniku
Bahwa sikap dinginmu untukku
Adalah pedang yang terus menghujam dadaku
Dulu secercah tawamu yang indah
Selalu menggelitik jiwaku untuk tersenyum

Sahabat…
Jangan pernah kau khianati aku
dan kau cemari ikatan kita
Jangan mudah kau melepas jemariku
Jika kau tak ingin melihat aku
Rapuh tanpa kau di sampingku
Aku ingin kau jadi sahabat seumur hidupku

Bila ku salah…
Sebuah nasehat yang selalu membimbingku bila ku marah
Takkan pernah jadi milikku
Kemana aku harus mencari semua???
Kau meninggalkan ku dengan alasan yang mengada-ada
Jangan pernah kau menarik dirimu
Di saat aku masih bertahan menyelamatkan semua

Jangan pernah memberiku tatapan dingin
Kebungkaman,kata-kata kasar dan pengkhianatan

Jangan kau rusak hubungan ini???
Dengan kebohonganmu,kebosananmu,dan kepura-puraanmu???
Bila samapai kapanpun
ku takkan pernah busa menghapus
Semua bayanganmu dan kenanganmu
Meski kau telah pergi dan takkan kembali
Meski kauingin menuntaskaku
Dan menghapus aku dari hidupmu

Bagiku…
Kau selalu jadi sahabatku
Selalu dalam hidupku
Karena kau adalah sahabat
Yang memiliki arti
Dari dulu sampai sekarang...

Rabu, 15 Desember 2010

cerpen pertamaku "Lelaki yang Tercantik"

Menjadi lelaki yang sesungguhnya sungguhlah banyak persyaratannya. Tak hanya cukup punya jakun yang besar, tubuh berotot dan pernah merasakan mimpi basah, tapi sesungguhnya ada hal yang lebih penting dari sekedar itu. Itulah yang kerap kali dikatakan oleh ketiga kakakku, Radja, Raka dan Wisnu setiap harinya.
Aku memang tak pernah menyalahkan mereka bahkan cenderung aku mengerti maksud mereka. Apa boleh buat karena memang inilah aku. Agni adalah namaku (nama yang aneh buatku karena membuat aib sepanjang hidupku), terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki. Kenyataan yang menimpaku sungguhlah tak bisa dijelaskan dengan akal sehat lagi, lantaran sudah sejak dulu sebenarnya ibuku telah mengidam-idamkan lahirnya seorang anak perempuan, namun hal tersebut tak kunjung terwujud hingga lahirlah anak keempat yang tetap saja berjenis kelamin laki-laki. Sialnya dua tahun setelah kelahiranku, ibuku mengalami operasi pengangkatan rahim sehingga mustahil bisa mendapatkan adik bagiku.
Agni adalah nama yang jauh-jauh hari dipersiapkan oleh mamaku sebelum ia menikah. Nama itu juga sama dengan nama calon anak sahabat karibnya semasa remaja dulu. Sampai saat ini, aku tak mengerti apa bagusnya nama itu. Sebagai sosok laki-laki yang dibesarkan layaknya seorang anak perempuan, membuat hidupku lebih menyenangi hal-hal yang tidak disukai oleh ketiga kakakku dan para lelaki normal lainnya. Aku lebih sensitif, lemah lembut, manja, penurut, penyayang, benci kecoa, suka memasak dan warna merah jambu. Bahkan untuk kesukaan akan warna merah jambuku itu, aku punya kisah tersendiri.
Sejak awal rumah kami dibangun, mama sudah menyiapkan sebuah kamar dengan nuansa merah jambu yang menjadi ornamen seluruh isi kamar anaknya dan sialnya itulah kamar yang saat ini aku tempati. Sebenarnya aku telah meminta, merengek, memaksa, memberontak bahkan memohon kepada mama, bukan satu atau dua kali aku ingin merombak habis isi kamarku bahkan telah kelu lidahku rasanya menyampaikan aspirasiku ini, namun semua perjuangan itu kerap kali berakhir tragis dengan rasa tak tega terhadap mama. Mama selalu saja berlindung dibalik air matanya. Aku yang ada dihadapannya sudah tentu adalah sosok laki-laki yang lemah hatinya, aku sungguh tak tahan dengan air mata. Apalagi ia ibuku sendiri.
Selalu saja aku merasa serba salah. Kadang aku mengganggap telah menjadi korban yang tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, tidak juga kepada mama, papa, Radja, Raka, Wisnu atau Tuhan sekali pun. Baktiku sebagai seorang anak, ketidaktegaanku dan rasa sayang yang sangat mendalam kepada mamaku membuatku terpuruk dengan keadaanku ini.
Papa adalah seorang kontraktor sukses. Radja adalah seorang mahasiswa tingkat tiga teknik mesin ITB, Raka adalah atlet taekwondo nasional dan Wisnu adalah playboy kelas kakap di sekolahnya. Namun aku sendiri hanya hebat dalam hal memasak dan juara dalam hal melahap buku. Jika diukur dari segi otak, aku memang unggul namun keunggulanku itu tak menguatkan aku dalam posisi sebagai lelaki hebat, sosok lelaki macho yang senantiasa diidam-idamkan oleh para perempuan yang sering ditipu mentah-mentah oleh gombalnya Wisnu setiap hari. Sebagai seorang pria, aku telah kalah telak dari mereka.
Sahabatku Rianto, lebih suka menyebutku lelaki cantik karena memang katanya tak wajar rasanya jika ada laki-laki yang hobi memasak, teramat benci dengan kecoa karena katanya menjijikan apalagi ditambah aku suka dengan warna merah jambu yang katanya juga tak kalah menjijikan. Katanya susah untuk menyebutku laki-laki jantan apabila aku tetap pada kesukaanku itu. Aku memang pernah menyangkalnya, aku bilang aku masih tetap suka cewek dan tak pernah sekalipun mencintai laki-laki, jadi aku tak layak dianggap banci atau homoseksual.
“Jangan hanya karena hobiku itu To, kau mengganggapku laki-laki tak jantan!” jawabku sedikit tersinggung suatu ketika.
“Kau jangan tersinggung Ni, bukan itu maksudku…Kau jangan….” jawab Rianto tak selesai dengan kalimatnya.
Itulah argumenku. Kadang dengan sahabatku ini aku memang sedikit keras dan kurang sopan. Dia selalu mengerti aku dan tak pernah mencelaku dengan status merah jambuku itu. Aku sering bertanya dengannya apa yang harus ku perbuat dengan masalahku dan selalu saja ia menyarankan alternatif solusi terbaik bagiku. Setidaknya konsultasi dengan Rianto lebih baik daripada dengan Radja, Raka atau Wisnu.
“Aku mengerti maksudmu To, tapi aku ini manusia yang bisa jengah dengan segala julukan banci dari teman-temanmu itu,” jawabku cepat dengan sedikit emosi.
“Agni, bukan lagi satu atau dua hari aku mengenalmu. Kau teman baikku dan aku mengerti perasaanmu, mereka saja yang tak mengenalmu.”
Butuh sedikit waktu aku mencerna apa yang dikatakan Rianto, berkepala dingin dalam menghadapi setiap masalah barang tentu adalah kepiawaiannya. Aku pun berusaha berpikir tenang.
“Maafkan aku To….aku kadang sering emosian, tapi aku seharusnya bisa membuktikan kepada teman-temanmu itu bahwa aku ini lelaki jantan,” jawabku pelan.
“Kau mau buktikan dengan apa Ni…, Kau akan mengajak berkelahi Leo dan genk-genknya yang sering mengolokmu lalu menunggu mamamu kena serangan jantung mendengarnya” jawabnya membuatku mati kutu.
“Lantas apa aku hanya tinggal diam mereka meledekku seperti itu. Tak hanya genknya Leo tapi juga genk Ratna dan tiga serangkai memuakkan seperti mereka,” terdengar sedikit panas dari jawabanku dan gumam kegeraman dalam hatiku.
“Mereka cewek-cewek tak berotak To. Hanya kenal cowok, mal dan salon saja. Percuma kau menggubris mereka karena akan menambah sakit hatimu saja. Kau tentu tak akan berbuat nekat kepada mereka kan? Lantaran hanya ingin sebuah bukti,” tanya Rianto terlihat asyik dengan bola basketnya.
“Kamu gila apa…emang aku tak ada otak lagi. Aku harus bagaimana kalau begitu?” tanyaku.
“Kau pacari saja si Riani, itu akan dapat menyelesaikan masalah. Kau juga tak jelek-jelek amat walaupun masih lebih ganteng aku,” seringai Rianto.
“Sial kau To….,” hardikku.
Sejak saat itu Aku terus memikirkan saran dari Rianto. Aku memang telah mengatakan berulang kali pada Rianto bahwa aku ini masih suka cewek, namun aku juga maklum tuduhannya itu padaku. Sudah sejak empat tahun lalu semasa kami baru SMP dulu, aku sudah banyak naksir cewek tapi tak satupun sempat aku pacari. Bukan karena aku ditolak terus namun aku malu mengatakan kepada cewek incaranku itu. Inilah kelemahanku. Mungkin aku harus mencobanya pada Riani walaupun hatiku kekeuh menolaknya lantaran takut itu hanya niat pembuktian atas statusku saja.
Tiga bulan sudah kini aku melancarkan misiku atas dasar saran dari Rianto. Hari ini Riani datang bertamu kerumahku. Mau meminjamkan catatan sekaligus minta ajarkan aku pelajaran fisika begitu katanya dari pesan singkat diponselku siang tadi. Pendekatanku dengan Riani memang sedang berlangsung tiga bulan ini, dia sering memintaku mengajarinya beberapa pelajaran sekolah dan sering juga mentraktirku dikantin. Aku pun tahu balas budi, sebatang coklat atau sebuah jepitan rambut sering pula aku hadiahi untuknya, untuk nilai ulangannya yang sukses atau terkadang dalam rangka menyenangkan hatinya saja.
“Siapa yang sore tadi ke rumah Ni?” tanya Raka ketika aku di depan TV.
“Teman sekolah Mas,” jawabku tak niat.
“Namanya siapa? Sudah punya pacar belum dia?” todong Wisnu cepat.
“Riani, Aku nggak tahu,” tercium gelagat playboy Wisnu olehku.
“Emang cakep nggak? Kalo cakep Mas lagi butuh cepat nih,” sambung Radja dari depan game Prince of Persia di laptopnya.
“Vina mantan mas sih lebih cakep. Tapi yang ini manis mas, kulitnya saja hitam manis makin enak dilihat karena ada lesung pipinya,” tambah Raka.
“Wah cocok, cewek begitu tipeku banget,” jawab Radja.
“Tapi itu incaranku Mas….kamu cari yang lain saja,” kata Raka serius.
Langsung saja aku melempar remote TV ke kursi sebelah Raka dan pergi menuju kamarku. Sepeninggalanku hanya tatapan penuh tanya di muka ketiga kakakku “Kenapa dia?”.
Ancaman ketiga kakakku memang ada benarnya. Wisnu yang anak basket populer langsung berhasil mendapatkan nomor ponsel Riani. Radja dan Raka pun diam-diam mencurinya dari ponselku. Aku belingsitan dan uring-uringan, aku tak ingin mereka menjadi saingan terberatku. Seminggu kemudian hubunganku dengan Riani sedikit merenggang lantaran aku selalu menghindarnya. Setiap malam baik Wisnu, Radja atau Raka menelponnya, aku pun sungguh cemas dibuatnya, aku pasti kalah telak lagi. Lagi-lagi Rianto jadi sasaran curhatku.
“Jangan-jangan Riani mendekatiku lantaran ketiga kakakku To”.
“Ah…mungkin itu pikiran sempitmu saja Ni, Aku tahu Riani bukan orang seperti itu. seingatku dia bukan tipe cewek agresif,” jawab Rianto sedikit menenangkan.
Ini bukan pertama kalinya aku jatuh cinta, tapi memang kisahnya sudah berubah. Semua cewek incaranku belum pernah datang kerumahku, bahkan pernah ada cewek incaranku yang tidak tahu namaku sama sekali lantaran aku malu mengenalkan diri. Sekarang ketiga kakakku terang-terangan mendekati Riani. Bahkan Riani sempat datang lagi ke rumahku atas undangan Wisnu. Entah karena keperluan apa, aku tak mengerti. Aku sungguh mengutuk kebodohanku saat ini.
Ini sakit cinta namanya, walau dokter telah menyebutnya tipes. Rasa kesal dengan diri ini dan muak melihat tingkah ketiga kakakku membuatku panas dingin terbaring di tempat tidur. Mamaku panik setengah mati dibuatnya, papa juga begitu hingga aku lebih heran melihatnya. Walaupun aku tak sekuat Raka yang seorang atlet, tapi aku juga jarang sakit.
Rianto datang menjengukku. Tiga jam ia menemaniku ketika mama sedang ada urusan di luar rumah, sambil membawaku sebuah buku humor untuk menghiburku katanya. Dari raut mukanya terlihat ia khawatir dan prihatin dengan sakit cintaku ini. Ia mengusap keningku terlihat ia sungguh khawatir. Aku agak kikuk dibuatnya.
“Kau jangan bermanis-manis denganku, aku tahu akal busukmu. Pasti kau menertawakanku,” tuduhku tajam.
Ia memukul kepalaku dan tertawa sok manja. Rianto kadang susah ditebak alur pemikirannya.
Sore kemudian Riani datang kerumahku, bukan atas undangan siapa pun tapi ia menjengukku. Ia membawakanku cheesecake kesukaanku. Lagi-lagi ia seperti Rianto, teramat khawatir melihat kondisiku. Cewek seperti ini sebenarnya favoritku, ia selalu menenangkanku dan yang penting dia tidak langsung bertanya mengapa akhir-akhir ini aku selalu menghindarinya. Ia pulang setelah berpesan agar aku memakan kuenya. Hari ini pertama kalinya aku merasakan buku-buku lembut tangannya. Ia telah memegang tanganku tadi.
Hari ini sudah kubulatkan tekadku. Pelajaran terakhir hari ini tak ada yang masuk ke otakku. Aku sudah memberitahu Riani melalui pesan singkatku agar menunggu sepulang sekolah. Entah kenapa sekarang aku tidak peduli lagi dengan julukan-julukan banci yang dulu begitu ku benci. Entah perasaanku saja atau yang lain, julukan-julukan itu sekarang mulai berkurang. Aku mulai merasa saran Rianto mulai ada titik terangnya.
Sedikit malu-malu dan dengan terbata-bata aku mengutarakan cintaku pada Riani. Riani yang tak pernah menduga memang terlihat agak kaget. Aku memakluminya dan tak memaksanya menerimaku bahkan aku tak langsung meminta jawabannya saat itu. Aku beri waktu ia untuk memikirkannya selama dua minggu nanti. Ia pun tersenyum.
Lega rasanya hatiku sesudahnya walaupun perasaan takut ditolak lebih besar menghantuiku. Radja, Raka dan Wisnu pun telah mengetahuinya, entah dari siapa. Mereka bertiga akhirnya terdiam. Entah itu isyarat apa aku tak mengerti dan tak juga mau tahu. Hatiku sedang harap-harap cemas. Bicara dengan Rianto sekarang sudah percuma karena entah mengapa ia selalu menghindariku. Mungkin ia sedang sibuk dengan eskul basketnya.
Hari ini tanggal 23 Desember, tepat dua minggu sejak acara menembak Riani olehku. Aku bingung tak tahu harus berbuat apa. Aku tak berani mengajak Riani keluar. Di rumah aku tampak uring-uringan semakin tak jelas. Tepat pukul tujuh malam ponselku berbunyi. Layarnya bertuliskan “Riani calling”, Aku ragu-ragu memungutnya dari atas meja sebelah tempat tidurku tapi aku tetap saja menekan tombol answer.
“Aku mau…”todong lawan bicaraku.
“Hah…mau apa,” jawabku bodoh.
“Maksud kamu apa Agni?” tanya Riani sedikit jengkel.
“Maksudku kamu mau jadi wanitaku…”jawabku tak kalah bodoh lagi.
“Iya…..aku mau, priaku,” jawab suara Riani dari sebelah telingaku.
Entah reaksi apalagi yang aku perbuat setelah itu. Hatiku jelas gembira bukan kepalang. Riani memang telah jatuh hati kepadaku sejak dulu, ia memang tak pernah mengganggapku sebagai lelaki tetapi lebih dari itu. Ia menggangapku prianya yang lebih dapat menyayanginya, ia tak pernah mempermasalahkan sikapku selama ini dan juga tak benci dengan merah jambuku walaupun iya jujur tidak begitu menyukainya. Sungguh hati wanita tidak bisa ditebak batinku.
Aku belingsitan dari ruang keluarga, dapur hingga ruang tamu mencari mama. Aku punya kabar baik jawabku pada Radja ketika aku menanyakan dimana mama. Aku bergegas ke kamar mama dan menghela napas melihat pintu kamar mama tidak ditutup. Aku melihat mama sedang duduk dipinggir tempat tidurnya menghadap jendela sambil memeluk sebuah pigura usang. Aku memanggilnya dan entah mungkin karena beliau terkejut, beliau menjatuhkan barang yang tadi dipeluknya dan mata beliau terlihat sembab. Sesosok anak perempuan kecil berumur sekitar tiga tahun terlihat difoto itu dan aku memungutnya.
“Ini siapa ma? Lalu mengapa mama menangis?” tanyaku pelan
Aku membalikkan foto itu dan melihat namaku serta tanggal hari ini dua puluh lima tahun silam tertulis dibelakangnya. Mama terlihat khawatir namun aku tetap mendesaknya meminta penjelasan selengkapnya.
“Iiiiiii….tu……kakakmu,” jawab mama terbata-bata.
Aku mengernyit dahi mencoba mencerna makna perkataan mama barusan namun mataku tidak beralih dari mata mama.
“Maksud mama apa?” tanyaku semakin tak mengerti.
“Maafkan mama sayang….mama tak bermaksud membunuhmu…”tangis mama pecah memeluk foto yang didekap erat didadanya.
Mama atau yang lain memang tak pernah membicarakan tentang Agni yang merupakan satu-satunya anak perempuan mama. Mama menyembunyikan kenyataan bahwa Agni anak perempuannya telah meninggal tenggelam di kolam renang rumah kami dua puluh lima tahun silam. Mama rupanya harus menanggung beban batin akibat rasa bersalahnya yang tak mampu menjaga Agni baik-baik hingga malapetaka itu terjadi. Hal ini yang rupanya menjadi alasan mama ingin memiliki anak perempuan lagi yang akhirnya aku yang anak laki-laki terakhirnya terpaksa dinamakan anak perempuan.
Aku kaget setengah mati dan sekejap merasa teramat lelah. Lelah batinku menunggu kepastian Riani dan kenyataan yang baru aku tahu telah menimpa mamaku. Harusnya aku berbahagia mendengar jawaban Riani, namun aku tak bisa mencerna kebahagian itu. Aku bergegas menuju kamarku melewati Radja yang terlihat bengong melihat reaksiku. Aku menduga ia juga belum mengetahui kebenaran ini.
Di kamarku aku tak sempat berganti piyama tidurku seperti biasanya. Aku tarik bantalku kuat-kuat hingga sebuah buku humor sepeninggalan Rianto untukku ketika aku sakit dulu terjatuh. Aku tak menghiraukannya hingga aku melihat sebuah amplop terlepas dari lembaran buku itu. tanganku sontak bergerak memungutnya dan membukanya
Buat Agni,
Sorry banget kalo aku harus berbuat begini. Aku tak harus mendapati jawaban iya darimu. Sekali lagi aku benar-benar minta maaf. Mungkin karena surat ini, kau tak mau berteman lagi denganku. Tapi aku harap kau tidak begitu.

Aku harus jujur Agni bahwa aku mencintaimu. Mungkin aneh ini buatmu, tapi aku tidak mengingkarinya bahwa aku gay dan aku menyukaimu lebih dari sekedar sahabat. Aku benci dengan diriku ini yang terus saja berujar munafik.
Sahabatmu,
Rianto
Besoknya aku tidak mendapati Rianto di sekolah, Ia telah pindah ke Batam begitu kata wali kelasku.

Selamat Datang di Negeri Laskar Pelangi !

Awalnya, Saya memang pencinta berat tetralogi karya Andrea Hirata tersebut. Akan tetapi saya menulis tentang ini bukan lantaran alasan tersebut, melainkan tentang suatu peristiwa yang Saya alami baru-baru ini. Beberapa waktu lalu Saya mendapatkan kesempatan menghadiri sebuah workshop menulis nasional yang diadakan oleh sebuah yayasan sosial di Jogjakarta. Pesertanya pun sangat beragam, ada yang berasal dari Medan, Jakarta, Bandung, Bali, Makassar, Gorontalo, Banjarmasin, hingga Flores. Seperti pada umumnya, pembukaan acara workshop diawali dengan perkenalan satu persatu peserta dengan para peserta lain serta pihak panitia dalam kegiatan tersebut. Perkenalan satu persatu pesertaawalnya tidak mengalami kendala sedikitpun hingga ketika giliran Saya yang memperkenalkan diri seraya menyebutkan “Saya dari Bangka Belitung”, sontak beberapa teman-teman sesama peserta terlihat kaget dan nampak kebingungan. Saya yang saat itu sedang berdiri terpaku dibuat tak kalah binggung mau menjawab apa, ada apa gerangan hingga membuat mereka seakan menganggap Saya orang asing yang menyusup di kegiatan tersebut. Tanggapan selanjutnya memang cukup beragam misalnya ada yang menanyakan apakah Bangka Belitung ada di pulau Sulawesi, ada juga yang menyatakan bahwa mungkin dekat dengan kepulauan Riau bahkan ada pula yang menanyakan apakah Bangka Belitung ada di Kepulauan Riau sendiri. Lantas setelah beberapa lama, Saya akhirnya menjawab “Apakah kalian tahu laskar pelangi? Itulah tempat Saya”. Seakan-akan ada yang mengomandani, peserta terlihat sepakat menyebutkan “O…. laskar pelangi”.

Pengalaman yang Saya ceritakan tadi telah memberikan saya inspirasi. Maka mulai saat itu saya berkeinginan untuk memperkenalkan Bangka Belitung sebagai bumi laskar pelangi. Karya fenomenal Andrea Hirata ini layaknya tak hanya berdampak kepada sang penulis saja, tapi juga harus dapat memperkenalkan tempat dimana setting cerita novel tersebut benar-benar terjadi. Di lain pihak bahwa cerita ini telah difilmkan dan telah memiliki tempat khusus di hati rakyat negeri ini sekaligus telah mengantongi penghargaan film tingkat nasional maupun internasional lainnya, maka secara tidak langsung Andrea Hirata, Mira Lesmana, Riri Riza dan kawan-kawan telah memperkenalkan Indonesia terkhusus Bangka Belitung kepada rakyat negeri ini dan masyarakat luar negeri lainnya yang memberikan sebuah kesimpulan yang sama yakni sungguh indah pulau ini!!!

Lebih lanjut cerita dari Saya ini. Setelah kegiatan tersebut, banyak teman-temannya yang menanyakan tentang bagaimana Bangka Belitung, apa benar pendidikan disana seperti itu (baca: seperti di laskar pelangi), bagaimana perusahaan timah di sana, bagaimana masyarakat di Babel dan apa iya pantai disana seindah di film laskar pelangi? Saya yang ditodongi pertanyaan tersebut, lantas terlihat mulai tersenyum bangga dengan jawaban yang akan Saya ucapkan untuk pertanyaan itu semua. Maka mulailah Saya menjelaskan perihal laskar pelangi dan Bangka Belitung, serta sekaligus objek-objek lainnya yang tak kalah indahnya dengan laskar pelangi. Dan pada akhirnya banyak diantara teman-teman Saya sepakat mengatakan suatu hari nanti saya harus ke Bangka Belitung.

Mungkin kita semua tahu banyak tentang laskar pelangi. Secara tidak langsung film laskar pelangi yang pemeran utamanya langsung diperankan oleh tokoh asli dari daerah tersebut, tak pelak memberikan informasi kepada para penikmatnya tentang betapa indah dan kayanya pulau ini. Cinta seorang Ikal yang miskin kepada seorang anak kecil bernama Aling yang beretnis Tionghoa, yang menjadi salah satu plot cerita yang menarik yang mengisahkan bagian masyarakat diantara suku Melayu, Jawa dan Bugis di Bangka Belitung ini, logat bahasa melayu Belitung Ikal dan kawan-kawan, kayanya pulau ini akan mineral timah yang melimpah dan mencirikan khas pulau ini (lantaran kebanyakan pulau di Indonesia tidak memiliki bahan mineral ini), bagaimana indahnya setting tempat di laskar pelangi seperti ketika adegan kesebelas anak laskar pelangi berlarian diantara bongkahan batu granit super raksasa di sebuah pantai berpasir putih yang indah.

Andrea Hirata hanya menggambarkan sedikit saja dari banyak kekayaan yang dimiliki oleh pulau ini, masih ada kebudayaan-kebudayaan khas, tempat wisata dan berbagai keindahan yang dimiliki oleh pulau ini yang semuanya wajib untuk dinikmati tak hanya oleh kita tapi orang lain juga sebagai sebuah pengalaman tak terlupakan. Bahkan secara mengejutkan seorang teman Saya dari Bali pernah menyebutkan sebenarnya pantai di Bangka Belitung itu dua kali lipat lebih indah daripada pantai-pantai di Bali. Sepakat saya pun mengiyakannya.

Beranjak dari pulau Belitung yang menjadi setting tempat berlangsungnya laskar pelangi, kita akan pergi ke pulau Bangka yang menjadi pusat provinsi Bangka Belitung. Beragam wisata mulai dari wisata sejarah, wisata alam, wisata bahari, wisata budaya dan wisata kuliner yang tak kalah menarik mewarnai pulau ini. Ada banyak wisata alam yang dapat pengunjung nikmati di pulau Bangka, beberapa diantaranya yakni Air Panas Dendang, Danau Sekar Biru, Sumur Dewa, Batu Balai, Mercusuar Tanjung Kalian dan lain sebagainya. Riwayat menceritakan (menurut legenda masyarakat setempat) bahwa Batu Balai ini adalah jelmaan manusia yang dikutuk ibunya menjadi batu lantaran durhaka terhadap ibunya, seperti cerita Malin Kundang yang ada di Sumatra Barat. Selain itu dari puncak mercusuar di pantai Tanjung Kalian kita akan lebih mudah melihat panaroma lautan yang luas dengan air laut yang biru. Mercusuar Tanjung Kalian ini dibangun pada tahun 1862.

Wisata bahari antara lain pantai parai tenggiri, pantai matras, pantai tanjung pesona dan pantai tanjung kalian. Bangka Belitung yang merupakan provinsi kepulauan tentu memiliki banyak pantai, umumnya pantai yang ada disekitar pulau ini memiliki keindahan yang tak tertandingi, air laut yang jernih, pasir putih yang bersih dan yang tak ada duanya, yakni tumpukkan batuan granit yang menjulang tinggi disekitaran wilayah pantai. Bebatuan yang menjulang ini seakan menjadi benteng penahan hantaman ombak Selat Karimata yang melaju ke pantai. Dari atas batuan granit besar ini pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan laut lepas yang tak terlupakan layaknya adegan kesebelas laskar pelangi yang asyik memandangi pelangi diatas batuan granit besar. Selain itu, di pantai Tanjung Kalian, pengunjung dapat melihat puing-puing kapal para perawat dari Australia yang dihancurkan oleh tentara Jepang semusim perang dunia II.

Dalam hal wisata sejarah, terdapat pula bangunan tua seperti Wisma Menumbing dan Wisma Ranggam yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat kota Mentok. Dahulunya, terdapat bangunan yang dijadikan tempat pengasingan para pendiri Negara ini, gedung tua itu adalah Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam. Bung Karno bersama Bung Hatta dan sejumlah pemimpin republik pernah menempati dua bangunan bersejarah itu saat dibuang Belanda pada Februari 1949. Di perbukitan Giri Sasana Menumbing dengan ketinggian sekitar 800 meter dpl kita bisa melihat langsung kamar tempat Bung Karno dan Bung Hatta serta salah satu mobil yang mereka pakai saat diasingkan Belanda pada zaman Kemerdekaan. Ditempat ini juga terdapat “kenang-kenangan Menumbing” dengan tanda tangan Bapak Moh Hatta yang terpahat pada lempengan besi yakni puisi singkat berisi semangat meneruskan perjuangan sekaligus sebagai bagian dari terimakasih para pendiri Negara ini kepada masyarakat Bangka yang tak henti-hentinya menunjukkan dukungan kepada para pemimpin bangsa ini selama dalam pengasingan. Selain itu dari atas puncak perbukitan ini, kita akan disajikan dengan keadaan yang tenang serta pemandangan pantai-pantai sekeliling Mentok ini yang sangat mengesankan.

Semakin lengkap rasanya jika pengunjung melihat kekayaan budaya dari pulau Bangkat ini yakni upacara adat perang ketupat, barongsai, sedekah kampung dan berbagai tarian adat. Upacara adat perang ketupat adalah upacara yang rutin dilakukan masyarakat di Tempilang menjelang Idul Fitri, upacara ini masih tetap lestari sebagai wujud masyarakat dalam memerangi kekuatan jahat. Upacara perang ketupat ini dipimpin oleh tiga orang dukun, yakni dukun laut, dukun darat dan seorang dukun tetua, dan acara puncak yang paling ditunggu-tunggu yakni saling lempar-melempar ketupat antara dua kubu hingga seorang dukun menghentikannya. Pertunjukan Kesenian barongsai merupakan hiburan sejarah yang juga tak kalah menarik untuk dinikmati wisatawan setiap menjelang perayaan hari raya warga keturunan Tionghoa., budaya etnis Tionghoa yang merupakan etnis kedua terbesar di Bangka Belitung ini yang semarin menyemarakkan kekayaan pulau ini.

Dalam hal wisata kuliner misalnya, siapa yang tak kenal dengan martabak Bangka. Makanan ini bahkan telah menjelma menjadi makanan yang digemari oleh semua kalangan. Kue yang asalnya bernama van de cook ini, dapat dibeli pada sore atau malam hari di setiap pojok kota. Selain itu, para pengunjung pun dapat membawa buah tangan berupa makanan olahan khas Bangka Belitung lainnya. Jenisnya sangat beragam dan tersedia di hampir semua toko di kawasan kota Mentok ini, seperti aneka kerupuk tenggiri, kerupuk cumi, kerupuk udang, kerupuk teri, dan kerupuk kepiting. Makanan lainnya ada teritip, tembiluk, lempah darat, otak-otak, serta yang paling terkenal dan sudah melanglang ke berbagai daerah adalah terasi Bangka. Bagi pelancong yang suka makanan legit, dapat membeli lempok, sejenis dodol terbuat dari campuran gula pasir dan buah-buahan tertentu (umumnya cempedak, nangka dan durian). Selain sangat manis dan cukup menggigit di lidah, lempok juga sangat wangi. Olahan makanan lain yang dapat ditemukan adalah terasi (belacan). Berbagai terasi dikemas dan diperjualbelikan. Anda juga dapat mencoba membeli saus yang terbuat dari ikan rebon atau teri yang disebut rusep yang tentu akan semakin enak jika digabungkan dengan berbagai sayur lalapan.

Berbagai keistimewaan yang dimiliki pulau Bangka Belitung tentunya tidak dimiliki pulau-pilau lain di Indonesia. Berbagai aspek wisata tersebut dapat dijadikan icon pariwisata pulau ini. Dan pada akhirnya, sepakat saya katakan, “Selamat Datang, di Negeri Laskar Pelangi, karena disinilah Anda akan menemukan pengalaman yang tak terlupakan dan dijamin tak akan ada duanya.



Sabtu, 04 Desember 2010

Bintang Hatiku...

Something for you...
Lidya,,


Ku selalu mendengarkan lagu ini setiap kali ku hendak memejamkan mata ku...
Ku jadikan penggantimu dikala ku sedang merindukan dirimu...
Ku tak bisa menangkap bayangan serta cahaya mata indahmu tuk kujadikan sebagai semu dalam hatiku...
Kuhanya manusia biasa yang tak lepas dari aura dari sebuah cinta...
Tapi ku menginginkan cinta yang tulus sepenuh hati atas keridhaanNya...
Ku tak mau menginginkan cinta yang hina atas semua kenistaan...

Untuk orang yang aku persembahkan dengan seutas syair lagu ini, dengan keberadaan langit malam
Dan seluruh penghuni serta penguasa dari padanya...
Mereka menyaksikan akan kepada siapa aku merindukan seseorang yang tak bisa lepas dari bintang hatiku...

Bukanlah cerita fiksi, andaikan mengarang dalam bahasa kesunyian yang ku untaikan...
Tapi inilah kisah semu sebenarnya, yang menginginkan sesuatu tanpa ada pembuktian melainkan ketidakpastian yang tertunda...
Baik antara kau dan aku yang masing-masing punya ego tersendiri ...

Ku mengalah dalam kisah semu ini...
Engkau punya kebebasan dalam menentukan akhir cerita ini...
Walaupun pengarangnya telah kehilangan semuanya...

Ku hanya mengharapkan cintamu seutuhnya bersama diriku...
Dan mengharapkan diriku sebagai bintang hatimu yang terindah...
Entah kapan itu...
Waktu mungkin bisa menjawabnya...
Walaupun ku tiada berteman dengannya....



By...

Aku yang menyayangimu

The Dreams “Come” True

Ini rasanya sungguh tak berlebihan jika saya mengatakan bahwa INI ADALAH MIMPI. Siapa yang menyangka jika hari sabtu, 24 Juli 2010 saya harus tertimpa durian jatuh? Awalnya pun saya tak menyangka bukan durian jatuh dalam arti sebenarnya tapi konotasi yang lebih mengisyaratkan saya dapat rezeki tak “terduga” dari yang Maha Kuasa. Bermula ketika saya mendapatkan sms dari seseorang yang belum saya kenal. Ternyata itu adalah sms dari mbak Malya, salah seorang kru dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI). Setelah mengetahui sms tersebut berisi pemberitahuan bahwa saya terpilih menjadi 30 besar penulis terbaik dalam lomba yang diadakan oleh ANBTI ini, saya pun langsung melompat kegirangan tanpa menghiraukan orang-orang di sekitar saya saat itu. Sempat terlintas dibenak saya bahwa mungkin ini hanya perbuatan orang iseng yang nggak jelas. Tapi ternyata dugaan saya salah. Saya pun segera menelpon mbak Malya untuk menanyakan info lebih lanjutnya. Dari inilah kemudian berawal suatu cerita “The Dreams Come True”.
Pesawat transit, Pangkalpinang-Yogyakarta, perempuan, anak bungsu, hari Sabtu ini dan sendirian adalah kata-kata yang saat itu terngiang begitu nyata di benak kedua orangtua saya setelah menerima kabar perihal berita dari saya. Ibu jelas mengatakan TIDAK, Ayah masih SEDANG mempertimbangkannya sedangkan kakak menyatakan MAJU!!!! Saat itu Saya berpikir bahwa inilah saatnya saya membuktikan pada ayah dan ibu saya bahwa saya bisa mandiri di tempat orang. Meski sempat terjadi kontroversi dalam keluarga saya-setelah dengan usaha sangat keras untuk meyakinkan ibu saya,-akhirnya saya pun diizinkan untuk pergi, walaupun dengan satu syarat MUTLAK asalnya ditemani oleh kakak saya (harapan ditemani guru membuyar lantaran karena pihak guru di sekolah sedang sibuk mengadakan persiapan kegiatan 17 agustusan). Mungkin karena saya anak bungsu itulah, sikap orangtua saya menjadi over protective terhadap saya.
Permasalahan tak juga berhenti lantaran juga terkait masalah biaya kegiatan, sungguh sangat jelas bahwa keluarga tak pernah menyiapkan anggaran paket kegiatan yang tiba-tiba. Langit mau runtuh rasanya, jika kakak bersedia menjebol tabungannya yang sudah bertahun-tahun ditabungnya. Namun sebuah sms lagi dari mbak Malya menjawab sudah kekhawatiran tentang masalah yang sangat krusial itu. Beginilah keluarga saya, workshop dari ANBTI tinggal dalam hitungan jam, tapi ibu saya sungguh sangat kerepotan menyiapkan koper saya, kepanikan pun sering kali melanda di rumah kami. Berawal dari sejak saya membaca brosur lomba ini, mencari ide, mulai menulis, mendapat sms “iseng”, meminta izin, binggung tentang biaya hingga kehebohan hanya karena menyiapkan koper adalah sebuah mimpi yang harus saya beri tanda petik dua pada kata come-nya (sama seperti judulnya) karena saya tidak pernah menyangka benar-benar terwujud.
The Dreams Come True I. Inilah cerita yang berawal dari mimpi itu. Tanggal 31 Juli 2010 tepatnya pukul 13.25 WIB saya dan kakak saya meninggalkan kota Pangkalpinang dengan sejuta harapan menuju kota Yogyakarta. Ketika di pesawat, kakak dengan iseng mempermainku dengan menyuruhku untuk mengigit bibir, apa iya ini mimpi? Jawabanya SAKIT, berarti ini adalah nyata katanya. Ini pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di tempat yang terkenal dengan sebutan kota Gudeg ini. Kesan pertama yang paling saya ingat dari kota adalah batik. Menurut Saya batik adalah Jogja dan Jogja adalah batik. Sejauh mata memandang terhampar lautan batik di depan mata. Gudeg yang merupakn makanan khas Yoygakarta menjadi incaran utama saya sebagai menu makan malam saya saat itu. Letihnya tubuh ini saat menempuh perjalanan 1 jam 45 menit musnah seketika saat saya berada di Malioboro. Berawal dari rasa penasaran akan barang-barang yang dijual berlanjut ke proses tawar-menawar yang cukup alot hingga berakhir dengan satu kalimat KITA BELANJA…..
The Dreams Come True II. Pagi beranjak dari suasana subuh. Ini bukan lagi mimpi bagiku. Suhu 23 oC seakan-akan menggigit epidermisku. Kutunaikan kewajiban pertama pagi ini, setelah mencuci muka, menggosok gigi dan dilanjutkan dengan persiapan untuk kegiatan hari ini, yakni jalan-jalan. Perasaanku bertanya-tanya tentang kakak yang akan enjadi teman sekamarku. Namanya kak Klemensia dari Flores. Wow!!!! Aku sangat tertarik jika bertemu dengan orang-orang yang baru. Semalam aku sudah bertemu dengan salah seorang finalis asal Bogor bernama Nadya. Sekilas aku tahu jika dia sangat suka membaca buku dan menggilai musik. Setelah sarapan pagi kegiatan berlanjut ke agenda jalan-jalan. Keraton Yogyakarta, Taman sari dan Candi Borobudur merupakan tujuan wisata yang akan kami kunjungi. Senang rasanya jika mengetahui objek wisata yang dulunya hanya saya ketahui melalui buku dan cerita orang-orang, sekarang saya alami sendiri. Kekaguman akan keindahan arsitektur candi Borobudur, kemegahan keraton Yogyakarta dan kecantikan tempat pemandian keraton Yogyakarta mampu membentuk satu titik kekaguman luar biasa akan kekayaan negeri ini, sekaligus nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Kekaguman atas kunjungan wisata sebelumnya menjadi semakin lengkap ketika kegiatan makan malam sekaligus pembukaan kegiatan dimulai. Nyanyian Indonesia raya, dendang kampungan dan bamboo ukir seakan semakin menyemarakan suasana yang penuh ke-Indonesiaan malam itu. Perkenalan para dewan juri, panitia dari ANBTI, perkenalan ketigapuluh satu finalis semakin menyemarakan suansana kekeluargaan saat itu. Satu persatu finalis pun di panggil ke depan oleh Sang MC kondang ibukota yang kemudian mampu menyulap suasana pembukaan semakin meriah. Sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri, apa iya ini mimpi lagi? Sungguh sangat sulit dipercaya kesemua dari kami adalah yang terbaik dari seribuan karya yang masuk ke panitia.
The Dreams Come True III. Hari ini aku tidak bertanya lagi apakah ini mimpi lagi, karena ini sudah hari yang ketiganya. Pagi ini aku mengisi semangkuk soto ayam buatan tanganku sendiri sebagai sumber energi dalam mengawali kegiatan. Hari ini jadwal untuk pematerian dalam rangka peningkatan kapasitas menulis bagi peserta oleh dewan juri yakni mas Harry, mbak Ayu Utami, Ibu Ratna dan mas Sigit. Sesi pertama diawali dengan perkenalan panitia, pendamping dan peserta dengan masing-masing karyanya. Sedikit ketakutan muncul ketika antrian perkenalan menuju kearahku, artinya sebentar lagi tiba waktunya aku. Sedikit tawa kecil membahana diruang kegiatan ketika aku menyampaikan isi esaiku. Seketika ketakutan itu sirna, aku sedang belajar jadi tak masalah kalau aku sedikit salah pikirku, maka hingga akhir perkenalanku akupun cukup mudah memperkenalkan aku dan tulisanku. Apa yang ada dipikiranku saat itu? Aku sangat bangga bisa bertemu mereka semua….dan terlebih aku adalah salah satu diantaranya.
Hari ini aku harus mengisi otakku dengan sebaik-baiknya, karena hari ini aku langsung diajari trik-trik menulis yang baik oleh para “pakarnya”. Teknik menulis esai dan bagaimana menggagas ide semakin membuatku mengetahui bagaimana trik dalam menulis. Sungguh kesempatan berharga yang belum pasti datang dua kali untukku.
Kebanggaan membuncah ketika satu persatu finalis rupanya juga menerima buku terbaru karangan mbak Ayu utami “Manjali dan Cakrabirawa”. Sungguh kebahagian tak terkira ketika langsung mendapatkan tanda tangan di karya novel terbaru mbak Ayu Utami. Aku pun sekarang telah mulai membacanya dan sangat menyenanginya…
The Dreams Come True IV. Wow!!! Tak terasa sudah hari keempat aku berada di kota Yogyakarta ini. Hari ini kami akan kedatangan narasumber yang akan menjelaskan lebih rinci mengenai filsafat pada kami. Kurang lebih selama 3 jam kami mengutak-atik sesuatu yang berhubungan dengan pluralisme dan berbagai paham lainnya. Terkadang otakku belum mampu mencerna semuanya, namun kesemuanya aku anggap hal baru yang menarik bagiku. Setelah jarum jam menunjuk ke angka 12, kami pun keluar dari pematerian dan memulai kegiatan beres-beres kamar untuk persiapan pulang.
Hari terakhirku mengikuti workshop di Yogyakarta bersama dengan keluarga besar ANBTI ditutup dengan kegiatan berfoto bersama. Setelah kurang lebih empat hari bersama membuat kami terasa dekat, tak ingin rasanya pulang namun apa daya tiket udah ada di tangan mbak Lia beserta jadwal keberangkatannya. Sebuah pengalaman baru yang tak terlupakan mengikuti kegiatan ini. Saya sangat setuju dengan perkataan kak Wisnu “Saya ingin tanggal 31 juli-3 Agustus 2010 ini dapat diulang seribu kali lagi”, sungguh sangat mengesankan. Begitulah kira-kira jika memang ini mimpi sungguh sangat menyenangkan dan ingin rasanya diulang….
Terakhir, mungkin kutipan kata-kata dari Andrea Hirata bahwa “Jangan pernah berhenti bermimpi, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu” akan tepat bagiku….dan semoga mimpi ini akan tetap berlanjut…..

Jumat, 03 Desember 2010

tetesan harapan malam ini

aku tau... mustahil bagi ku tuk dapat menemukannya lagi...
tapi sampai detik ini... secercah harap yang masih menyelimutiku,
yang memberiku kekuatan tuk menghadapi ini semua...
kenyataan pahit.. yang mesti diterima akal sehatku...

aku tak mengerti mereka..
aku tak tahu mereka...
aku tak inginkan mereka...
aku tak bisa berkata apa...

hanya Kau yang bisa mengubah semuanya...
i hope tomorrow will be better..